Sabtu, 15 Desember 2012

Ummahatul Firaq

Ummahatul Firaq (Induk Dari Goongan Yang Sesat)

Sebenarnya tumbuhnya aliran-aliran(firqah) daalam tubuh umat islam pada jaman sekarang ini tidak lepas dari aliran-aliran sesat yang muncul pada jaman dahulu. Diantara mereka masih ada yang mengunakan nama persissebagai mana nama aliran induk mereka, dan ada juga yang meerubah nama, namun pada hakikatnya sama dari sisi pemikiran( fikrah) dan aqidahnya.
Imam asy-syatibi menegaskan dengan perkataannya,”para ulama berpendapat bahwa ushulul bida, (pokok-pokok bid’ah) itu ada empat dan ke tujuh puluh dua golongan yang ada, bermuara pada empat fiqrah ini, yaitu : khawarij, rafidhah, qadariyah, dan murji’ah.”
Sebagian ulama menambahkan aliran(firqah) lain dari empat aliran di atas, yaitu : jahmiyah, jabariyah, mu’tazilah dan najjariyah.[1]
Ketujuh puluh dua golongan/aliran sesat tersebut mememang mendapatkan ancaman neraka sesuai dengan keterangan yang disampaikan oleh Rasulullah, namun bukan berarti mereka telah keluar dari islam dan dinyatakan kafir, karena beberapa sebab:
1.      Rasulullah beberapa kali mengancam pelaku peerbuatan maksiat dengan ancaman neraka. Seperti orang yang meminum minuman keras, pezina, pemakan harta riba, dan lain-lain. Namunulama sepakat bahwa mereka tidak sampai dihukumi kafir.
2.      Rasulullah menyebut mereke “umatku” yang berarti mereka maasih Muslim.
3.      Rasulullah menyebutkan “semuanya dineraka”  beliau tidak menyebutkan “ semuanya kekal di neraka” berarti tidak semua sekte kafir yang menyebabkannya kekal dineraka.
Imam ibnu Taimiyah menyatakan “ barang siapa menganggap tujuh puluh dua golongan ini kafir, berarti ia telh menyelisihi al-qur’an, sunnah, ijma’ para sahabat dan ijma’ keempat mazhab serta imam-imam yang lain. Tidak di dapatkan diantara mereka  yang mengafirkan tujuh puluh dua golongan ini, justru dari golongan tersebutlah muncullah sikap saling mengkafirkan”.[2]
Namun dalam perkembangannya, ada diantara golongan ini yang keluar dari islam atau kafir. Ibnu mubarak secara tegas menyatakan bahwa jahmiyah bukan dari ajaran islam. Merka talah murtad dan kafir.[3] Begitu juga dengan rafidhah, para ulama menyebutkan bahwa syi’ah rafhidah hari ini sudah keluar jauh dari islam. Termasuk yang jelas kekafirannya adalah ahll bid’ah yang ghuluw(ekstrem) seperti: hululiyah (faham manunggaling kawula lan gusti), mansuriyah9yang mengangap pemimpinnya yaitu, abu manshur al-ajali sebagai nabi. Firqah ini juaga tidak mengakui adanya surga dan neraka dan menghalalkan darah orang yang tidak sepakat dengan mereka) dan ahli bid’ah lainnya yang bersikap ghuluw, baik bersifat individu atau kelompok.


[1] Lihat: majmu’ fatawa: III/351, Al-I’tisham: II/206
[2] Minhajus Sunnah: V/241
[3] Al-I’tisham: II/220

Minggu, 09 Desember 2012

Hidup Hanya Sekali.?

Seseorang pernah berkata kepada saya, “Hidup ini Cuma sekali, kita harus meraih yang terbaik dalam hidup ini!” Mendengar perkataannya, saya mencoba mencernanya, merenunginya.
Hidup ini hanya sekali? Memang benar, hidup cuma sekali, tapi itu hidup di dunia. Akan ada kehidupan di akhirat, hidup yang kekal nan abadi. Ya, kita akan dibangkitkan kembali, dihidupkan kembali di akhirat nanti. Untuk apa? Untuk menghadap Allah, untuk dihisab, untuk dimintai pertanggungjawaban, untuk mendapatkan balasan atas apa yang telah kita perbuat selama hidup di dunia.
Hidup ini bukan hanya sekadar meraih cita-cita dunia. Harus ada cita-cita untuk akhirat.  Kalau hanya sibuk memikirkan dunia dan segala perhiasannya, tentu tak kan ada habisnya. Karena dunia ibarat air laut, semakin diteguk, semakin kita dahaga. Karena dunia adalah ladang tempat kita menyemai,  untuk kita tuai kelak di akhirat.
“Rabbanaa aatinaa fid-dunya hasanah, wa fil-aakhirati hasanah, waqinaa ‘adzaaban naar. : (Q.S A l-Baqarah [2]: 201)
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.
Doa indah yang selalu kita lantunkan seusai shalat. Yes, inilah tujuan hidup kita. Meraih kebaikan di dunia dan akhirat, dijauhkan dari api neraka. Adakah yang lebih baik dari ini?
Ada juga slogan yang pernah saya dengar, yang membuat saya tergelitik membahasnya,” Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga”. Wah enak banget ya kalau bisa begitu! Tapi tunggu dulu, bisakah slogan ini jadi kenyataan, atau hanya angan-angan? Mari kita uraikan satu-persatu.
Yang pertama, Foya-foya. Jelas ini perbuatan yang tidak disukai Allah. Malah dikatakan oleh Allah bahwa orang pemboros adalah saudara setan. Na’udzubillah…
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”  (Q.S Al-Israa [17]: 26-27)
Yang kedua kaya-raya. Islam sama sekali tidak melarang kita untuk kaya. Tapi ada deretan pertanyaan penting yang mengikutinya, antara lain dengan cara apa kita mendapatkan kekayaan? Bagaimana kita membelanjakan harta kita? Adakah kita membersihkan harta dengan zakat? Sudahkah kita berinfak dan bersedekah? Adakah harta kita membawa berkah dan maslahat atau malah menjadikannya mudharat bagi kita?
Yang terakhir, masuk surga.
Masuk surga tentu menjadi dambaan setiap orang .Tapi tentu ada syarat yang harus dipenuhi, antara lain beratnya timbangan amal kebaikan, dan iman tentunya.
Adakah kita telah berbuat kebaikan? Kira-kira berat manakah timbangan amal kebaikan kita dibandingkan dengan timbangan perbuatan dosa dan maksiat kita? Apakah malaikat Atid, pencatat kebaikan lebih sibuk daripada malaikat Raqib (pencatat keburukan) atau sebaliknya? Catatan malaikat Raqib terus bertambah, sementara malaikat Atid santai karena tak ada kebaikan yang kita perbuat?
Hidup kita di dunia yang fana ternyata singkat, sangat singkat.
Allah berfirman, “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?” Mereka menjawab, “Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada mereka yang menghitung.” Allah berfirman, “Kamu tinggal di bumi hanya sebentar saja, jika kamu benar-benar mengetahui. (Q.S Al-Mu’minun [23]:  112-114)
Sekarang pun saya merasakannya, betapa waktu berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin saya masih remaja, duduk di bangku kuliah. Sekarang saya tak lagi muda. Rasanya baru kemarin saya mendekap erat bayi mungil saya. Sekarang buah hati saya sudah berumur sepuluh tahun!
Mungkin nanti kita akan berkata, rasanya baru kemarin kita hidup di dunia, sekarang sudah ada di padang mahsyar, di hari penghisaban…
Ada baiknya setiap hari kita bermuhasabah.  Di penghujung hari sejenak merenungi hari yang terlewati Apakah yang telah kita lakukan hari ini. Sudahkah hari ini kita melakukan kebaikan? Atau justru kita melakukan perbuatan dosa, bermaksiat, berbuat zhalim dan aniaya…
Mari kita isi hidup ini dengan beramal shalih, menebar kebaikan, sehingga di akhirat nanti kita akan menuai hasilnya, memperoleh kebaikan di akhirat.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Hasyr [59]: 18).